Dalam Alquran, anak dapat dikelompokkan kepada lima tipologi, yaitu
anak sebagai ujian (QS. Al-Anfal [8]:28), anak sebagai perhiasan hidup
dunia (QS. Al-Kahfi [18]:46), anak sebagai cahaya mata (QS. Al-Furqan
[24]:74), anak sebagai musuh (QS. At-Taghabun [64]:14) dan anak sebagai
amanah (QS.At-Tahrim [66]:6).
Hubungannya dengan tugas dan
kewajiban orangtua, maka tipologi di atas menunjukkan besarnya peranan
dan tanggung jawab orang tua (ibu dan bapak) dalam mengasuh dan mendidik
anak, terutama agamanya sehingga terbentuk sebuah keturunan yang ideal
(zurriyah thayyibah) atau anak saleh.
Firman Allah SWT: “Hai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu dan
keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu;
penjaganya malaikat-malaikat yang kasar dan keras; mereka tidak
mendurhakai Allah atas apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan
selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (QS. At-Tahrim [66]:6).
Dalam hadis sahih yang sudah begitu populer, Rasulullah SAW
menegaskan, “Setiap kamu adalah pemimpin dan setiap kamu bertanggung
jawab terhadap kepemimpinannya. Kepala Negara adalah pemimpin dan ia
bertanggung jawab terhadap nasib rakyatnya. Seorang suami adalah
pemimpin di dalam rumah tangganya dan dia bertanggung jawab terhadap
keluarganya. Seorang isteri adalah pemimpin di rumah suaminya dan dia
bertanggung jawab terhadap rumah tangganya. Seorang pembantu adalah
pemimpin atas harta benda majikannya dan ia bertanggung jawab terhadap
kepemimpinannya.” (HR. Muttafaqun ‘Alaih).
Intinya, anak
merupakan bagian dari amanah Allah, di mana kalangan orangtua tidak
dibenarkan melalaikannya, apalagi lari dari memikul amanah besar
tersebut.
Dalam sebuah riwayat, Rasulullah SAW telah memberikan
peringatan yang sangat keras terhadap orangtua yang lari dari tanggung
jawab ini. “Sesungguhnya Allah memiliki para hamba yang tidak akan
diajak berbicara pada hari kiamat, tidak disucikan dan tidak dilihat.”
Lalu beliau ditanya: “Siapa mereka itu wahai Rasulullah?” Beliau
menjawab, “Anak yang berlepas diri dari orangtuanya dan membencinya
serta orangtua yang berlepas diri dari anaknya.” (HR. Ahmad dan
Thabrani).
Imam Ibn Qayyim al-Jauziyah pernah mengatakan,
“Barang siapa yang dengan sengaja tidak mengajarkan sesuatu yang
bermanfaat bagi anaknya dan menelantarkannya begitu saja, berarti dia
telah melakukan suatu kejahatan yang sangat besar. Kerusakan pada diri
anak kebanyakan datang dari sisi orangtua yang meninggalkan mereka dan
tidak mengajarkan kewajiban-kewajiban dalam agama termasuk
sunnah-sunnahnya.”
Di zaman sekarang ini, orang tua pada
umumnya nampak tidak mengalami banyak kesulitan dalam menyekolahkan
putra-putrinya, khususnya dari segi peluang. Lembaga pendidikan sekolah
dan pesantren banyak berdiri di hampir merata tempat, pemerintah dan
lembaga swasta pun banyak yang menyediakan beasiswa pendidikan. Banyak
yang memperoleh semua peluang itu.
Akan tetapi, tidak sedikit
orang tua yang lepas kontrol, bahkan ada yang sama sekali tidak peduli
terhadap bimbingan agama dan karakter kepribadian anaknya. Akibatnya,
terjadi kerusakan pada diri anak yang ditandai dengan sifat dan tingkah
laku yang tidak terpuji. Nauzubillahi Min Dzalik.
Oleh sebab itu,
agar dapat dianugerahi keturunan yang baik, baik dari segi
intelektualitas mahupun moralitas, maka terdapat sejumlah ayat alQuran
yang penting untuk dibaca dan diamalkan. Sekurang-kurangnya selepas
shalat wajib lima waktu.
Di antaranya adalah surah Ali Imran
ayat 38 sebagaimana berikut, “Wahai Tuhanku, anugerahkanlah kepadaku
keturunan yang baik dari sisiMu, sesungguhnya Engkau Maha Mendengar dan
Mengabulkan do’a.” (QS. Ali Imran [3]: 38). Wallahu al-Musta’an.